MUST CLICK

Senin, 25 November 2013


Mitologi Dayak Ngaju : Tahap Terbentuknya Alam


mitologi daya ngaju
Pada saat alam belum terbentuk seperti sekarang ini. Terdapatlah dua buah bukit, bukit emas dan bukit permata. Di sana bersemayam Sang Tingang dan Sang Tambon. Mereka awal kehidupan dalam mitologi Dayak Ngaju.
Sang Tingang adalah burung perkasa yang digambarkan seperti burung Enggang, berparuh kuat dan bermahkotakan emas. Sementara Sang Tambon adalah ular naga betina berpintukan permata.
Dalam mitologi Dayak Ngaju, juga sering digambarkan keduanya menyatu dalam satu kesatuan, dwi tunggal. Baik seperti seekor burung Enggang yang mempunyai sisik seperti naga, atau seeokor naga yang mempunyai bulu burung Enggang.
Pada awal terbentuknya dunia, terjadilah benturan antar kedua bukit tersebut, bukit emas dengan bukit permata. Kedua bertabrakan beberapa kali, setiap kali itu juga terbentuklah beragam segala sesuatu yang ada.
Tabrakan pertama, menyebabkan adanya awan, sedang tabrakan kedua menyebabkan bentangan langit. Pada tabrakan ketiga terbentuklah gunung-gunung dan batu karang, tabrakan keempat membentuk matahari dan bulan. Yang disusul, tabarakan kelima yang menghasilkan ikan di lautan dan burung di angkasa.
Pada tabrakan keenam, munculnya binatang ajaib, Rowang Riwo yang memiliki ludah emas dan Didis Mahendra dengan mata batu permata. Akhirnya, dari tabrakan ketujuh muncul mahkota Sang Tingang yang terbuat dari emas dengan sebuah batu permata yang berdiri tegak di dalamnya. Itulah tahap awal kejadian semesta berdasarkan mitologi Dayak Ngaju.
Pembagian Alam dalam Mitologi Dayak Ngaju
Pada tahap kedua, diceritakanlah alam semesta yang dibagi tiga alam. Alam atas, tempat bersemayamnya Sang Tigang dan alam bawah, di mana Sang Tambon berada.
Di alam atas, segala kebaikan ada di sana. Jauh lebih indah dari apa yang bisa digambarkan oleh para manusia, serba berlimpah dan sentosa. Sementara di alam bawah, di sanalah Sang Tambon memerintah rakyatnya, yang berwujud sebagaimana layaknya manusia, namun ketika meninggalkan alam bawah, mereka berubah wujud menjadi buaya.
Pada suatu ketika, terjadilah pertarungan antara Sang Burung Perkasa dengan Sang Naga Betina. Pertarungan itu memperebutkan pohon Batang Garing, pohon kehidupan. Inilah tahap ketiga, dalam mitologi Dayak Ngaju, di mana akhirnya lahir manusia.
Mitologi-Dayak-NgajuDari kulit Batang Garing yang dipatuk Sang Tambon terciptalah seorang perempuan, sementara dari Sang Tingang yang mematuk lumut terjadilah seorang laki-laki. Perempuan dan laki-laki itu kemudian terapung dalam perahu dari kayu Batang Garing di samudra nan luas. Hingga kemudian, mereka terdampar di sebuah benua yang dibuat oleh Sang Tingang.
Dari perkawinan perempuan dan laki-laki itulah kemudian melahirkan keturunan manusia. Di mana para manusia bertempat di alam tengah, alam di antara alam atas dan alam bawah.
Mitologi dari suku Dayak Ngaju,  merupakan salah satu mitologi Indonesia asli, yang belum mendapatkan pengaruh dari agama maupun budaya dari luar Indonesia. Alur kisah dan kepercayaan yang terkandung di dalamnya mempunyai keaslian, meski dalam perkembangannya terdapat penyebutan atau penamaan baru yang mirip dengan bahasa bangsa lain.

Rabu, 18 September 2013

Indonesia Nenek Moyang Penduduk Madagaskar

Orang Malagasi | Discovery
SELANDIA BARU, KOMPAS.com — Studi terbaru yang dipublikasikan di jurnal Proceedings of the Royal Society B, Rabu (21/3/2012), mengungkapkan bahwa orang Indonesia adalah nenek moyang penduduk Madagaskar. Kesimpulan tersebut didapatkan setelah ilmuwan asal Massey University di Selandia Baru, Murray Cox, melakukan analisis DNA orang Indonesia dan Madagaskar (disebut Malagasi).
Dalam riset, Cox mengambil sampel DNA dari 2.745 orang Indonesia yang berasal dari 12 kepulauan serta 266 etnis Malagasi, terdiri dari Mikea, Vezo, dan Andriana Merina. Penelitian memfokuskan pada DNA Mitokondria, jenis DNA yang terdapat di organel sel yang berfungsi menghasilkan energi. DNA ini diturunkan lewat ibu.
Riset menunjukkan bahwa 22 persen sampel punya pola DNA Polinesia, ciri suku Polinesia tetapi jarang ditemukan di Indonesia barat. Pada salah satu suku Malagasi, karakter ini ditemukan pada 1 dari 2 orang.
"Kami berpendapat kolonisasi awal (Madagaskar) oleh sekelompok kecil perempuan Indonesia, kurang lebih 30 orang," ungkap Cox seperti dikutip situs Discovery, Rabu hari ini.
Perempuan yang mengolonisasi Madagaskar masih produktif dan memiliki 93 persen gen yang terkait dengan Indonesia. Penemuan ini mungkin mengejutkan, tetapi beberapa bukti arkeologis dan linguistik mendukung. Secara linguistik, dialek Madagaskar mirip dengan Indonesia.
Bukti lain, banyak leksikon Madagaskar berasal dari bahasa Ma'anyan yang dipakai di lembah Sungai Barito, Kalimantan. Sementara itu, terdapat beberapa kata yang mirip bahasa Jawa, Melayu, dan Sansekerta.
Secara arkeologis, kolonisasi oleh Indonesia dibuktikan dengan temuan perahu, alat besi, alat musik seperti xylophone, alat makan, serta budidaya tanaman ubi jalar, pisang, dan talas.
Adakah laki-laki Indonesia yang berperan dalam kolonisasi Madagaskar? "Kami tahu laki-laki dan perempuan Madagaskar berasal dari Indonesia, cuma kami tak tahu berapa jumlah laki-laki. Bukti yang kami miliki menunjukkan bahwa jumlahnya sangat kecil," tambah Cox seperti dikutip Livescience, hari ini.
Teori kolonisasi Madagaskar sebelumnya menyebutkan bahwa kolonisasi sangat terencana. Sebab, pulau tersebut cocok untuk pelabuhan dalam perdagangan jalur Afrika ke Eurasia.
Dengan penemuan ini, Cox mengatakan, "Kita perlu berpikir kembali banyak hal tentang bagaimana Madagaskar dikolonisasi."
Cox mengungkapkan bahwa kolonisasi Madagaskar bisa jadi terjadi secara tak sengaja. Hal ini didukung oleh simulasi arus laut dan pola cuaca monsun.
Pada masa Perang Dunia II, misalnya, bangkai kapal yang dibom di dekat Sumatera dan Jawa bisa terbawa hingga ke Madagaskar. Hal yang sama juga bisa terjadi pada pelaut masa lalu.
Menanggapi hasil penelitian ini, Matthew Hurles, peneliti dari Wellcome Trust Sanger Institute, mengakui adanya keterkaitan antara Indonesia dan Madagaskar.
Ia berpendapat, "Orang Malagasi adalah 50:50 perpaduan dari dua grup nenek moyang, Indonesia dan Afrika Timur."